Jumat, 16 Januari 2015

Kearifan Di Balik Cerita

Kata “cerita” mengandung beragam arti. Arti dari kata “cerita” menurut KBBI  dalam - http://kamus.cektkp.com/cerita/adalah : (1) tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya); (2) karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka); (3) lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang, dan sebagainya); (4) Kiasan omong kosong; dongengan (yang tidak benar).

          Dalam arti lebih sempit, cerita cenderung dimaknai sebagai tuturan untuk anak dari orang yang tua, dan bersifat fiktif; cerita adalah suatu tuturan yang cocok untuk orang masa lalu. Ada berbagai jenis cerita, seperti cerita nyata, dongeng, kepahlawanan, mistik, dsb. Namun tak dipungkiri, bahwa di era digital, kehadiran cerita diperhitungkan, juga untuk tujuan pendidikan. Cerita mengandung makna dan kearifan dalam kehidupan sosial. Bahkan cerita difilmkan, sebagai film kartun, misalnya cerita anak yang terkenal “Frozen”.

Kearifan berasal dari kata arif. Arif artinya bijak; orang bijaksana, adalah orang yang bijak dalam bertutur kata dan bertindak. Banyak orang mengacungkan jempol pada orang bijak, dan banyak orang merindukan untuk menjadi bijak pula. Namun, itu bukan perkara mudah ! Kearifan atau kebijakan akan dicapai atau diperoleh melalui banyak cara, seperti : makna pengalaman hidup sendiri atau orang lain, panorama alam semesta, bacaan, film, pelajaran di sekolah, hasil pendidikan, pengaruh orang lain, dsb. Kearifan diperlukan bukan hanya dalam pergaulan sehari-hari, tetapi juga dalam pekerjaan, karir, kehidupan bersama dalam berbagai komunitas. 

Carl Jung, seorang ahli psikologi berkebangsaan Swiss mengemukakan, bahwa orang-orang Timur lebih maju secara spiritual, mental, dan fisik daripada orang-orang Barat. Orang-orang Barat bersifat materialistis sedangkan orang-orang Timur tahu bagaimana mengelola pikiran mereka untuk mencapai kecakapan yang luar biasa, dengan melatih alam bawah sadar secara tekun dan sabar. Itulah sebabnya ditemukan, orang mistik itu mampu melakukan gerakan yang boleh dikatakan tidak masuk akal.

Sekalipun kemampuan itu dinilai tidak ada manfaatnya oleh orang Barat, toh kemampuan mengendalikan pikiran tetap ada manfaatnya untuk mencapai kesejahteraan sekaligus menjaga kesehatan mental dan fisik. Amat sering para pengusaha mengalami kelelahan saraf, stres, dan menurunnya kemampuan mencetuskan gagasan serta pemecahan kreatif terhadap persoalan yang mereka hadapi.

Cerita bermanfaat bagi seorang guru atau pendidik, terutama guru yang mengajar moral seperti agama, pendidikan budi pekerti, etika, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn), yang kata orang banyak bersifat abstrak, sulit diajarkan dan membosankan.

Apabila bahan ajar dibawakan melalui sebuah cerita, maka bahan ajar yang abstrak menjadi lebih konkrit dan jelas. Tentu, ceritanya harus relevan dengan tema. Bukankah seorang guru yang hebat adalah mereka yang mampu menyederhanakan materi untuk anak didiknya, sehingga mudah dipahami dan dipraktikkan. Proses pembelajaran melalui cerita akan sangat menarik dan membantu.

Cerita yang mengesankan dan inspiratif itu, kata Rm Rakito Jati OMI (2005:3), adalah yang “ending” atau akhir ceritanya ternyata di luar dugaan atau mengejutkan pembacanya. Dan, di sanalah makna kearifan cerita muncul. Cerita yang yang mengesankan, inspiratif dan edukatif seperti itu,  bukan hanya disukai oleh anak kecil, tetapi juga orang dewasa. Mengapa ? Cerita demikian menggugah pikiran dan hati, menguak kebenaran hidup yang biasa dialami (pengalaman), dan yang tidak pernah atau kurang dipahami sebelumnya; cerita demikian melegakan karena menjelaskan dengan amat terang dan sederhana mengenai kerumitan hidup manusia; cerita terkadang mempermalukan kita, yang mungkin sudah kategori cerdik pandai atau sarjana.

Apa yang dikatakan di atas adalah juga berdasarkan pengalaman penulis sendiri. Selanjutnya penulis pun menjadi penghobi mengumpulkan cerita, dongeng, kisah nyata yang heroik, anekdot, apa saja yang bermanfaat untuk mensukseskan proses pendidikan dan pengajaran.

Dalam tulisan ini, penulis mengajak pembaca menemukan kearifan melalui beragam cerita. Ceritanya sederhana saja, tetapi perlu dibaca dengan baik, dibaca dengan dan  dalam suasana hening, diam, disertai upaya pengosongan diri, dan perenungan, melalui refleksi. Semoga kearifan cerita memenuhi hati pembaca. Karena itu, jika bahan yang disajikan ini dibaca bak makan kacang, maka nilai, makna dan kearifan yang ingin dimiliki tidak akan tercapai. 

          Adakah cara menggali makna dan kearifan dalam cerita ? Pembaca di persilakan membaca tulisan saya berjudul “Menggali Kearifan Cerita Dengan 3S atau 3K”


Sumber :

Holland, R, Talk And Grow Rich – Mendongkrak Penjualan Hanya Dengan Bicara, Gramedia, Jakarta, 1996.
Jati, R, Segelas Susu, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 2005.
Kamari, FX, Kearifan, Cerita, Wejangan, dan Keheningan, Yayasan Indonesia -India, Yogyakarta, 2010.
Song. C.S, Sebutkan Nama-Nama Kami – Teologi Cerita dari Perspektif Asia, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1989.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar