Kata “cerita” mengandung
beragam arti. Arti
dari kata “cerita” menurut KBBI
dalam - http://kamus.cektkp.com/cerita/ - adalah : (1) tuturan yang
membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan
sebagainya); (2) karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan
orang; kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang
hanya rekaan belaka); (3) lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam
gambar hidup (sandiwara, wayang, dan sebagainya); (4) Kiasan omong
kosong; dongengan (yang tidak benar).
Dalam arti lebih sempit, cerita cenderung dimaknai sebagai
tuturan untuk anak dari orang yang tua, dan bersifat fiktif; cerita adalah suatu
tuturan yang cocok untuk orang masa lalu. Ada berbagai jenis cerita, seperti
cerita nyata, dongeng, kepahlawanan, mistik, dsb. Namun tak dipungkiri, bahwa
di era digital, kehadiran cerita diperhitungkan, juga untuk tujuan pendidikan.
Cerita mengandung makna dan kearifan dalam kehidupan sosial. Bahkan cerita
difilmkan, sebagai film kartun, misalnya cerita anak yang terkenal “Frozen”.
Kearifan
berasal dari kata arif. Arif artinya bijak; orang bijaksana, adalah orang yang
bijak dalam bertutur kata dan bertindak. Banyak orang mengacungkan jempol pada
orang bijak, dan banyak
orang merindukan untuk menjadi bijak
pula. Namun, itu bukan
perkara mudah ! Kearifan
atau kebijakan akan dicapai atau diperoleh melalui banyak cara, seperti : makna pengalaman
hidup sendiri atau orang lain, panorama alam semesta, bacaan, film, pelajaran
di sekolah, hasil pendidikan, pengaruh orang lain, dsb. Kearifan diperlukan
bukan hanya dalam pergaulan sehari-hari, tetapi juga dalam pekerjaan, karir,
kehidupan bersama dalam berbagai komunitas.
Carl Jung,
seorang ahli psikologi berkebangsaan Swiss mengemukakan, bahwa orang-orang
Timur lebih maju secara spiritual, mental, dan fisik daripada orang-orang
Barat. Orang-orang Barat bersifat materialistis sedangkan orang-orang Timur
tahu bagaimana mengelola pikiran mereka untuk mencapai kecakapan yang luar
biasa, dengan melatih alam bawah sadar secara tekun dan sabar. Itulah sebabnya
ditemukan, orang mistik itu mampu melakukan gerakan yang boleh dikatakan tidak
masuk akal.
Sekalipun
kemampuan itu dinilai tidak ada manfaatnya oleh orang Barat, toh kemampuan
mengendalikan pikiran tetap ada manfaatnya untuk mencapai kesejahteraan
sekaligus menjaga kesehatan mental dan fisik. Amat sering para pengusaha
mengalami kelelahan saraf, stres, dan menurunnya kemampuan mencetuskan gagasan
serta pemecahan kreatif terhadap persoalan yang mereka hadapi.
Cerita bermanfaat bagi seorang guru atau pendidik,
terutama guru yang mengajar moral seperti agama, pendidikan budi pekerti,
etika, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn), yang kata orang banyak
bersifat abstrak, sulit diajarkan dan membosankan.
Apabila bahan ajar dibawakan melalui sebuah cerita, maka
bahan ajar yang abstrak menjadi lebih konkrit dan jelas. Tentu, ceritanya harus
relevan dengan tema. Bukankah seorang guru yang hebat adalah mereka yang mampu
menyederhanakan materi untuk anak didiknya, sehingga mudah dipahami dan
dipraktikkan. Proses pembelajaran melalui cerita akan sangat menarik dan
membantu.
Cerita
yang mengesankan dan inspiratif itu, kata Rm
Rakito Jati OMI (2005:3), adalah yang “ending” atau akhir ceritanya
ternyata di luar dugaan atau mengejutkan pembacanya. Dan, di sanalah makna
kearifan cerita muncul. Cerita
yang yang mengesankan, inspiratif dan edukatif seperti itu, bukan hanya disukai oleh anak kecil, tetapi
juga orang dewasa. Mengapa ? Cerita demikian menggugah pikiran dan hati, menguak
kebenaran hidup yang biasa dialami (pengalaman), dan yang tidak pernah atau
kurang dipahami sebelumnya; cerita demikian melegakan karena menjelaskan dengan
amat terang dan sederhana mengenai kerumitan hidup manusia; cerita terkadang
mempermalukan kita, yang mungkin sudah kategori cerdik pandai atau sarjana.
Apa yang dikatakan di atas adalah juga berdasarkan
pengalaman penulis sendiri. Selanjutnya penulis
pun menjadi penghobi mengumpulkan cerita, dongeng, kisah nyata yang heroik,
anekdot, apa saja yang bermanfaat untuk mensukseskan proses pendidikan dan pengajaran.
Dalam
tulisan ini,
penulis mengajak pembaca menemukan kearifan melalui beragam cerita. Ceritanya
sederhana saja, tetapi perlu dibaca dengan baik, dibaca dengan dan dalam suasana hening, diam, disertai upaya
pengosongan diri, dan perenungan, melalui refleksi. Semoga
kearifan cerita memenuhi hati pembaca. Karena itu, jika bahan yang
disajikan ini dibaca bak makan kacang, maka nilai, makna dan kearifan yang
ingin dimiliki tidak akan tercapai.
Adakah cara menggali makna dan kearifan dalam cerita ? Pembaca di persilakan membaca tulisan saya berjudul “Menggali Kearifan Cerita Dengan 3S atau 3K”
Sumber :
Holland,
R, Talk
And Grow Rich – Mendongkrak Penjualan Hanya Dengan Bicara, Gramedia, Jakarta, 1996.
Jati, R, Segelas
Susu, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 2005.
Kamari,
FX, Kearifan,
Cerita, Wejangan, dan Keheningan, Yayasan Indonesia -India, Yogyakarta,
2010.
Song.
C.S, Sebutkan
Nama-Nama Kami – Teologi Cerita dari Perspektif Asia,
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar